Rabu, 12 Desember 2007

ARTIKEL: Manifestasi Nilai Islam dalam Akuntansi



Praktek bisnis pada akhir-akhir ini, mau tidak mau harus memperhatikan fenomena dan pergerakan bisnis yang mempunyai kecenderungan menuju masyarakat Islami. Lembaga perbankan sudah menyesuaikan diri menjadi bank syariah, asuransi juga demikian, makanan dan minuman mulai “berlabelkan” istilah-istilah yang lazim digunakan dalam Islam. Dimana nilai-nilai luhur yang terkandung dalam syariah Islam ini ternyata diterima baik dan bahkan menjadi dasar yang sangat kuat dalam pengembangan sistem akuntansi khususnya di Indonesia.
Dengan penerapan kode etik yang didasarkan pada hukum-hukum Islam tersebut diharapkan laporan keuangan yang dihasilkan oleh profesi akuntan akan mempunyai kualifikasi informasi yaitu: menyajikan kebenaran, keadilan, lengkap dan tepat waktu.


Pendahulan
Islam, yang menurut bahasa berarti keselamatan dan kepatuhan adalah agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Penganut agama islam harus senantiasa “patuh” kepada Allah dan menghargai tujuan penciptaannya di dunia. Sebagaimana telah terungkap dalam Al qur’an, artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku (QS. Az Zariat: 56)

Akibat dari pengakuan itu, maka setiap apa yang dilakukan oleh seorang muslim termasuk dalam transaksi bisnis harus sesuai dengan aturan dan ketentuan Allah SWT. baik yang disampaikan langsung melalui wahyu dalam Al qur’an ataupun yang diterjemahkan melalui sunnah Nabi Muhammad SAW. Qur’an dan Sunnah adalah sumber hukum utama Islam, yang keduanya disebut Syariah (yang berarti jalan).

Islam meyakini dan mendorong bisnis, tetapi kegiatan bisnis itu harus dilakukan sesuai prinsip-prinsip yang diatur dalam syariah. Apa yang dianggap halal dan haram untuk berbagai aspek kegiatan bisnis telah diatur. Dimana perdagangan yang diharamkan (misal: konsumsi dan berdagang daging babi) juga dilarang untuk memberi atau menerima harganya. Dalam kerangka yang lebih luas, syariah Islam mengharuskan seorang muslim untuk mencapai tujuan bisnisnya dengan cara-cara yang jujur, adil dan senantiasa dalam kebaikan.

Praktek bisnis pada akhir-akhir ini, mau tidak mau harus memperhatikan fenomena tersebut. Lembaga perbankan sudah menyesuaikan diri menjadi bank syariah, asuransi juga demikian, makanan dan minuman mulai “berlabelkan” istilah-istilah yang lazim digunakan dalam Islam. Fenomena kecenderungan atau pergeseran masyarakat ini juga berlangsung dalam dunia ilmiah. Dimana nilai-nilai luhur yang terkandung dalam syariah Islam ini ternyata diterima baik dan bahkan menjadi dasar yang sangat kuat dalam pengembangan sistem akuntansi khususnya di Indonesia.

Apabila kita tinjau secara singkat hubungan antara fenomena bisnis dan penyusunan laporan keuangan serta pemakai laporan keuangan dapat dilihat berikut:
  • Pemakai Laporan Keuangan
  • Laporan Keuangan
  • Prinsip Akuntansi
  • Teori Akuntansi
  • Fenomena Bisnis/Ekonomi

Semoga manifestasi nilai-nilai Islam dalam akuntansi tersebut muncul dari kesadaran para akuntan dalam kerangka perbaikan kualitas informasi serta struktur informasi yang dihasilkannya, dan bukan merupakan faktor kebetulan saja. Waallahu a’lam bishawab.

Pembahasan
A. Konsep Dasar Akuntansi
Sebagai suatu proses akuntansi mempuyai prinsip-prinsip tertentu yang harus diikuti oleh para pemakainya. Prinsip-prinsip ini akan mendasari setiap sifat dan ciri dari laporan keuangan yang dihasilkan dalam proses akuntansi, yaitu meliputi:

1. Entitas (Accounting Entity)
Yang menjadi fokus perhatian dalam akuntansi adalah “entity” tertentu atau lembaga tertentu yang akan dilaporkan, dan bukan lembaga lainnya.

2. Kontinuitas Usaha (Going Concern)
Dalam menyusun laporan keuangan harus dianggap bahwa perusahaan (entity) yang dilaporkan terus beroperasi dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Jika perusahaan dianggap tidak mampu lagi untuk melanjutkan usahanya maka harus diungkapkan oleh akuntan. Oleh karena entity mempunyai waktu operasi yang tidak dapat ditentukan, maka diperlukan suatu laporan keuangan yang disusun secara periodik (time period principles) untuk mengetahui bagaimana kinerja entitas tersebut.

3. Pengukuran (Measurement)
Akuntansi merupakan suatu media pengukuran sumber-sumber ekonomi (economic resources). Oleh karena itu pengukuran tersebut harus berdasarkan pada hasil transaksi yang diukur dengan unit moneter (prinsip monetery unit).

4. Dasar Akrual (Accrual Bassed)
Penentuan pendapatan dan biaya dari posisi harta dan kewajiban ditetapkan berdasarkan kejadiannya tanpa melihat apakah pembayaran atau penerimaan kas telah dilakukan atau belum.

5. Bertujuan Umum (General Purpose)
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang dihasilkan akuntansi keuangan ditujukan untuk pemakai secara umum bukan pemakai khusus, sehingga didasarkan pada prinsip-prinsip yang diterima umum(generally accepted principles), dan penggunaannya akan sangat tergantung dari keahlian akuntan (judgement) dalam melakukan pertimbangan.

6. Materialitas (Materiality)
Laporan keuangan hanya memuat informasi yang dianggap penting. Dan dalam setiap pertimbangan yang dilakukan tetap melihat signifikansinya secara umum. Indikator materialitasnya adalah dikaitkan dengan dampaknya terhadap laporan keuangan.

7. Penaksiran (Aproximation)
Dalam akuntansi tidak akan dapat dihindarkan dari penaksiran-penaksiran. Seperti: taksiran umur ekonomis suatu aktiva, taksiran harga, pemilihan prinsip akuntansi yang digunakan, dan sebagainya. Disamping itu, akuntansi lebih menekankan kenyataan ekonomis suatu kejadian dari pada bukti legalnya atau formalnya, sehingga hal ini disebut sebagai prinsip subtance over form.

B. Kedudukan Akuntansi dalam Islam
Akuntansi merupakan domain “muamalah” dalam kajian Islam. Artinya, diserahkan kepada kemampuan akal pikian manusia untuk mengembangkannya. Namun Karena pentinnya masalah ini, Allah SWT memberikan tempat dalam kitab suci Al qur’an yakni surat Al Baqoroh ayat 282. Apabila dikaji melalui rationing atau pendekatan logika akan didapatkan pemahaman berikut ini.
Penempatan ayat ini cukup unik dan relevan dengan sifat akuntansi. Ia ditempatkan dalam surat Al Baqoroh (yang berarti: sapi betina) ini melambangkan komoditas ekonomi. Ia ditempatkan dalam surat ke-2 dalam Al Qur’an yang dapat dianalogkan dengan “double entry” dalam penyusunan sistem akuntansi, dan merupakan ayat ke-282 yang menggambarkan angka keseimbangan (neraca). Inilah suatu kenyatan yang kebenarannya hanya Allah SWT yang mengetahui, Waallahu a’lam bishawab.
Bahkan apabila kita kaji sistem dan manajemen yang ada di alam dunia ini, ternyata peran akuntansi sangat besar. Dimana Allah SWT juga memiliki malaikat (sebagai akuntan) yang sangat canggih dan setiap aktivitas manusia tidak pernah luput dari catatannya, yaitu: malaikat Rakib dan Atib. Malaikat ini yang akan menuliskan/menjurnal segala transaksi yang dilakukan manusia dan akan menghasilkan buku (neraca) yang nanti akan dilaporkan kepada kita (owner) di akhirat. Perhatikanlah firman Allah dalam surat Al Infithaar ayat 10-12 berikut ini:
Artinya: Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). Yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat pekerjaanmu. Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Laporan ini harus didukung dengan bukti (evidence), dimana tidak ada transaksi yang dilupakan meskipun sebesar zarrah, seperti firman Allah SWT sebagai berikut:
Artinya: Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya akan melihatnya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun dia akan melihatnya”. (QS. Al Zalzalah: 7-8)

Berdasarkan berbagai ketentuan di atas menunjukan arti pentingnya akuntansi dalam kegiatan bisnis. Apabila kita perhatikan, setidaknya ada dua alasan yang mendasari diperlukannya akuntansi tersebut, yaitu:
a. Menjadi bukti dilakukannya transaksi (muamalah) yang menjadi dasar nantinya dalam penyelesaian selanjutnya.
b. Menjaga agar tidak terjadi manipulasi atau ketidakjujuran, baik dalam transaksi maupun hasil dari transaksi itu (keuntungan/laba).
C. Etika Bisnis dan Standar Akuntansi Islam
Dalam hal pengelolaan kepemilikan, Islam telah menganjurkan kepada umatnya agar dapat digunakan dengan baik dan benar dengan tetap memperhatikan hak-hak orang lain (misal: fakir, miskin dan lain-lain).

Ada beberapa pedoman yang harus ditaatinya sebagai berikut:
1) Penggunaan bersifat terus-menerus (istiqomah)
2) Membayar zakat sesuai harga pasar
3) Penggunaan yang bermanfaat (menghindari pemborosan)
4) Tidak digunakan untuk merugikan orang lain
5) Pemindahan kepemilikan kekayaan sesuai hukum waris.

Terdapat beberapa konsep dan etika bisnis dalam Islam, sebagaimana dikemukakan oleh Harahap (2004: 235) sebagai berikut:

Pemilikan
1. Pemilikan individu harus didorong dan dilindungi.
2. Kekayaan adalah milik Tuhan. Individu bertindak sebagai agen dalam memiliki kekayaan.
3. Pemilikan public termasuk kekayaan mineral air, dan sumber energi.
4. Pemilik individu harus memperhatikan masyaraka dan fungsi ekonomis dari kekayaan itu.

Keadilan
1. Setiap orang berhak atas keadilan.
2. Kesempatan yang sama merupakan dasar keadilan.
3. Kecukupan merupakan dasar kedua dari keadilan.
4. Adalah kewajiban dari semua orang untuk berlaku adil.

Harga
1. Harga diatur oleh pasar
2. Pemerintah tidak dibenarkan mempengaruhi harga.
3. Pengecualian campur tangan hanya boleh untuk kepentingan keadilan dan distribusi barang harus adil dan lancar.
4. Setiap harga barang yang dijual dicantumkan agar diketahui publik.

Persaingan
1. Persaingan diizinkan dan dianjurkan
2. Perpindahan barang tidak boleh dihalangi, harus dijamin bebas.
3. Persaingan tidak boleh menimbulkan monopoli.
4. Tidak dibenarkan campur tangan terhadap fungsi pasar
5. Hubungan Pimpinan dan Karyawan
1. Majikan berhak atas kejujuran dan kemampuan karyawan.
2. Kepemimpinan membutuhkan beban tanggung jawab.
3. Tiap orang adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas bawahan yang dipimpinnya.
4. Mendisiplinkan pegawai harus secara pribadi tidak boleh didepan orang.

Sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Akram Khan (dalam Harahap, 2004:145) merumuskan beberapa sifat akuntansi islam sebagai berikut: a) penentuan laba rugi yang tepat; b) ketaatan kepada syariat Islam; c) keterikatan pada keadilan; d) melaporkan dengan baik.
Sedangkan hukum Islam yang berkaitan dengan akuntansi dan dapat diterapkan dalam praktek akuntansi sebagai berikut.

a. Kode etik akuntan
Terdapat beberapa kode etik seorang akuntan dalam melaksanakan proses akuntansi, yaitu:
1) Akuntan harus menyakini bahwa Islam sebagai way of life, terlebih dalam kegiatan bisnis.
2) Akuntan harus memiliki karakter yang baik, jujur, dan dapat dipercaya.
3) Akuntan harus adil, efisien dan independent.
4) Akuntan harus bertanggungjawab kepada masyarakat.

b. Penilaian asset
Kekayaan (asset) harus dinilai berdasarkan harga pasar (market prices). Penilaian ini sangat penting untuk menentukan jumlah yang dapat dikurangi berkaitan dengan zakat.

c. Prinsip Akuntansi
1) Prinsip akuntansi yang dikembangan adalah akuntansi sosial.
2) Standar Akuntansi Keuangan (SAK) harus ditaati sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
3) Transaksi yang tidak sesuai dengan hukum Islam harus dihindari (misal: mengandung riba, kecurangan, dll).

d. Catatan Double Entry
Catatan yang dipergunakan hendahnya double entry, dan bukan single entry. Hal ini sangat penting karena dapat menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses pencatatan. Demikian pula Islam sangat memperhatikan tentang hal tersebut, termasuk dalam hal persaksian atas suatu kejadian.

e. Pelaporan Keuangan
Laporan keuangan yang disusun hendaknya meliputi: laporan laba/rugi, laba ditahan, Neraca, sumber dan penggunaan dana, juga laporan khusus mengenai dana zakat. Zakat dalam konsep akuntansi Islam merupakan pungutan wajib dalam bentuk uang atau harta yang diambilkan dari pemilik untuk diberikan kepada para fakir-miskin dan untuk kegiatan sosial tanpa mengharapkan penghasilan.


Laporan keuangan yang disusun hendaknya memenuhi kualifikasi informasi sebagai berikut:

1) Mengungkapkan kebenaran dari suatu informasi
Sebagai suatu proses pencatatan yang akan menyajikan informasi keuangan, akuntansi harus dapat mengungkapkan kebenaran sesuai bukti-bukti yang sah baik secara akuntansi maupun Islam. Dalam surat Al Baqoroh ayat : 42 Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak sedang kamu mengetahuinya (QS: Al Baqoroh: 42).

2) Informasi yang disajikan harus mengandung keadilan
Informasi yang disediakan melalui proses akuntansi harus dapat mengungkapan kenyataan secara adil. Artinya akuntansi tidak diperbolehkan mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu yang akan menguntungkan pihak pembuat laporan tanpa berpedoman pada prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum (generally accepted principles). Oleh karena itu sikap independensi sangat diperlukan dalam penyajian informasi.
Sehubungan dengan hal tersebut Allah SWT telah berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, membari kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan, dia memberi pengajaran kepadamu agar dapat mengambil pelajaran (QS: An Nahl: 90).

3) Penyajian secara lengkap
Salah satu kualitas informasi yang disyaratkan dalam pengambilan keputusan adalah tentang kelengkapan informasi tersebut. Seberapa banyak kerugian akan terjadi akibat dari penyajian informasi yang tidak lengkap ini, disamping dapat mengakibatkan terjadinya berbagai kesalah pahaman ataupun keputusan yang salah.

4) Penyajian dengan tepat waktu
Informasi yang benar, adil dan lengkap tidak akan mempunyai manfaat dalam pengambilan keputusan apabila disajikan tidak tepat pada waktunya sehingga hanya akan menjadi kedaluwarsa. Ketepatan waktu ini sangat dihargai dalam Islam, bukan hanya pada penyampaian informasi tetapi meliputi seluruh aktivitas yang dilakukannya. Dalam surat Al ’Ashr ayat: 1-3 sebagai berikut:
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS: Al ’Ashr: 1-3)

Kesimpulan
Akuntansi tidak hanya sebagai alat untuk menterjemahkan fenomena dalam bentuk ukuran moneter tetapi juga sebagi suatu metode menjelaskan bagaimana fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat. Hal ini yang mengakibatkan pergeseran ke dalam Akuntansi Islam yang lebih berorientasi sosial. Akuntasi Islam memiliki suatu tujuan yaitu harus memenuhi prinsip Islam. Dalam kaitannya ini, semua akuntansi Islam dapat disebut sebagai ”normatif” dan dirumuskan dalam beberapa sifat sebagai berikut: a) penentuan laba rugi yang tepat; b) ketaatan kepada syariat Islam; c) keterikatan pada keadilan; d) melaporkan dengan baik.
Dalam penyusunan laporan keuangan, akuntan harus berpedoman pada kode etik sesuai hukum-hukum Islam. Kode etik yang dapat diterapkan dalam praktek akuntansi tersebut meliputi:
a. Akuntan harus menyakini bahwa Islam sebagai way of life, terlebih dalam kegiatan bisnis.
b. Akuntan harus memiliki karakter yang baik, jujur, dan dapat dipercaya.
c. Akuntan harus adil, efisien dan independent.
d. Akuntan harus bertanggungjawab kepada masyarakat.
Dengan penerapan kode etik tersebut diharapkan laporan keuangan yang dihasilkan akan mempunyai kualifikasi informasi yaitu: menyajikan kebenaran, keadilan, lengkap dan tepat waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Arfan Ikhsan & Muhammad Ishak. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat. Jakarta.

Departemen Agama RI. 1989. Al Qur’an dan Terjemahnya. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an. Jakarta.

Kodiran Salim. Kumpulan Naskah Pengkajian Lintas Kitab Suci. Pusat Pengkajian Lintas Kitab Suci; ULIL ALBAB, Yogyakarta.

Mulyadi, 2001. Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan. Salemba Empat. Jakarta.

Sofyan Syafri Harahap. 2004. Akuntansi Islam. Bumi Aksara. Yogyakarta.

____________________. 2001. Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan. RajaGrafindo Persada. Yogyakarta

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda